#kerajaangagal111 – Will the Cabinet tomorrow restore confidence in Malaysia by ending the emergency and immediately convening Parliament and the State Assemblies?


(Tatal ke bawah untuk kenyataan versi BM)

During the Slim River Perak State Assembly by-election in August 2020, a senior Bersatu Minister alleged that more Malaysians will die during the Covid-19 pandemic if the Pakatan Harapan was still the government.

Since the Slim River by-election on August 29, 2020, there had been 653,140 new Covid-19 cases and 3,843 new Covid-19 deaths.

Is there any Minister in the bloated Perikatan Nasional (PN) Cabinet who will step forward to accept responsibility for these additional 653,140 Covid-19 cases and 3,843 Covid-19 deaths after the Slim River by-election?

In actual fact, the ravages of the Covid-19 pandemic to the lives, economy and society of Malaysians is the most tragic and reprehensible legacy of the backdoor, undemocratic, illegitimate and kakistocratic PN government.

Is this what Muhyiddin is going to be remembered in Malaysia – not as a “stupid” but the worst Prime Minister in Malaysian history?

When Muhyiddin Yassin took his oath as the eighth Prime Minister on March 1, 2020, there were 29 Covid-19 cases and zero deaths.

Sixteen months later, there are now 662,457 Covid-19 cases and 3,968 Covid-19 deaths!

Is Muhyiddin still claiming that the emergency proclaimed on January 11, 2021 was a huge success against the Covid-19 pandemic?

The emergency was not science-based but politics-based decision, as no other country which had successfully fought the Covid-19 pandemic had resorted to such a route.

Unlike countries which had not declared any emergency, new Covid-19 cases and Covid-19 deaths have continued to soar until Malaysia has to have another two-week extension of MCO 3.0 of a total lockdown until June 28, 2021.

On November 18, 2020, we ranked No. 85 among countries with the most cumulative total of Covid-19 cases.

Now, some seven months later, with 662,457 Covid-19 cases, we have overtaken Austria and is now ranked No. 38 among countries with the most cumulative total of Covid-19 cases. We will overtake Switzerland to be ranked No. 37 in the world before June 28.

China, which topped the world at the start of the pandemic, is now No. 99 with 91,428 Covid-19 cases.

According to Our World in Data website, for cases per million of population for June 13, 2021, we have as usual been consistently beating the world’s top 37 countries with the most cumulative total of Covid-19 cases except for four countries in South America – Brazil, Argentina, Colombia and Chile.

The magnitude of the failure of Malaysia’s emergency to bring the Covid-19 pandemic under control could be gauged by the huge gulf in daily increase of new Covid-19 cases between Malaysia and countries which were once regarded as worst performing nations in Covid-19 pandemic.

These worst performing nations have seen the light at the end of the tunnel and have even turned the corner, but Malaysia is still searching for the light at the end of the tunnel.

Malaysia’s “cases per million of population” on June 13, 2021 was 179.61 as compared to United States (42.89), India (62.16), France (59.10), Turkey (71.93), Russia (79.54), UK (103.07), Italy (29.40), Spain (108.83), Germany (24.55), Iran (106.05), Indonesia (28.89) and Philippines (60.18).

So far, 3,968 people have died of Covid-19 in Malaysia – 3,451 deaths during the five months of the emergency since January 11, 2021 or nearly seven times the fatalities when compared to the first 12 months of the Covid-19 pandemic before the emergency when there were 551 deaths.

We have also become a top-ranking nation in the world in term of daily deaths per million population.

Are we to continue as a “failed nation” in the world in the Covid-19 pandemic, as reflected by Malaysia’s tumbling by 19 spots from No. 16 in January to No. 35 in the May 2021 Bloomberg Covid Resilience Ranking for 53 countries with economies of more than US$200 billion?

The first step is to restore public trust and confidence in the government handling of the Covid-19 pandemic.

We have today a Health Minister who is a “dud” Minister at a time when he should be one of the “key” Ministers in the war against Covid-19 pandemic.

Imagine what will result in a war which is commanded by a “dud” general!

The majority of the Cabinet Ministers will not declare their individual support for the emergency, let alone the suspension the unconstitutional suspension of Parliament and the State Assemblies, but it is only now that we have a Minister who has mustered the courage to state publicly that it is crucial to have Parliament reconvene as soon as possible.

Will there be enough Ministers at the Cabinet meeting tomorrow to take the important decision that the emergency must end and Parliament and the State Assemblies reconvene immediately?

If there is a such Cabinet decision tomorrow, it would be an important leadership initiative by the Minister in the Prime Minister’s Department for Special Functions, Mohd Redzuan Md Yusof, who had previously made everybody squirm when he spoke about the “flying car” when he was Minister in the Pakatan Harapan days.

It is a reflection of the national mood that much is expected of the Special Conference of Rulers and nothing is expected of the Cabinet meeting tomorrow.

This is not the basis of the Malaysian Constitution, where is founded on a constitutional monarchy based on a parliamentary democracy.

But will the Prime Minister lead the Cabinet tomorrow in a historic decision to restore confidence in Malaysia, end the emergency and immediately convene Parliament and the State Assemblies?

(Media Statement by DAP MP for Iskandar Puteri Lim Kit Siang in Kuala Lumpur on Tuesday, 15th June 2021)

========================

#kerajaangagal111 — Adakah Kabinet akan mengembalikan keyakinan di Malaysia dengan memutuskan untuk menamatkan darurat dan memanggil sidang Parlimen dan Dewan Undangan Negeri dalam mesyuaratnya esok?

Semasa Pilihan Raya Kecil (PRK) DUN Perak Slim River pada Ogos 2020, seorang menteri kanan Bersatu mendakwa bahawa lebih ramai rakyat Malaysia akan terkorban akibat dijangkiti Covid-19 sekiranya Pakatan Harapan masih menjadi kerajaan.

Sejak berlangsungnya PRK DUN Slim River pada 29 Ogos 2020, terdapat 653,140 kes Covid-19 dan 3,843 kematian akibat wabak itu direkodkan di negara ini.

Adakah mana-mana Menteri Kabinet gergasi Perikatan Nasional (PN) yang sanggup mengambil tanggungjawab di atas rekod 653,140 kes Covid-19 dan 3,843 kematian akibat wabak itu selepas PRK Slim River?

Kenyataannya, kerosakan yang dibawa wabak Covid-19 terhadap kehidupan, ekonomi dan masyarakat Malaysia adalah warisan paling tragis dan tercela daripada kerajaan pintu belakang PN yang tidak demokratik, tidak sah dan kakistokratik.

Adakah Muhyiddin akan dikenang sebegini di Malaysia — bukan sebagai seorang yang “bodoh” tetapi sebagai Perdana Menteri terburuk dalam sejarah Malaysia?

Ketika Muhyiddin Yassin mengangkat sumpah sebagai Perdana Menteri ke-8 pada 1 Mac 2020, terdapat 29 kes Covid-19 dan kematian sifar direkodkan di negara ini.

16 bulan kemudian, terdapat 662,457 kes Covid-19 dan 3,968 kematian akibat wabak itu!

Adakah Muhyiddin masih ingin mengatakan bahawa darurat yang diumumkan pada 11 Januari 2021 adalah kejayaan besar terhadap usaha membendung wabak Covid-19?

Keputusan melaksanakan darurat itu bukan berdasarkan sains tetapi berdasarkan politik, kerana tidak ada negara lain yang berjaya memerangi wabak Covid-19 menerusi cara tersebut.

Tidak seperti negara yang tidak mengisytiharkan darurat, kes Covid-19 baru dan kematian Covid-19 terus melonjak sehingga Malaysia perlu menempuh PKP 3.0 selama dua minggu lagi sehingga 28 Jun 2021.

Pada 18 November 2020, kita menduduki tempat ke-85 antara negara-negara dengan jumlah kes Covid-19 tertinggi.

Sekarang, kira-kira tujuh bulan kemudian, dengan 662,457 kes Covid-19 kini direkodkan, kita telah mengatasi Austria dan kini berada di kedudukan ke-38 antara negara-negara dengan jumlah kes Covid-19 tertinggi. Kita akan mengatasi Switzerland untuk berada di tangga ke-37 dunia sebelum 28 Jun.

China, yang mendahului dunia pada awal penularan wabak, kini berada di tangga ke-99 dengan 91,428 kes Covid-19.

Menurut Our World in Data, kes per sejuta penduduk pada 13 Jun 2021 menunjukkan yang kita telah menewaskan 37 negara teratas di dunia dengan jumlah kes Covid-19 tertinggi kecuali empat negara di Amerika Selatan – Brazil, Argentina, Colombia dan Chile.

Kegagalan besar darurat Malaysia untuk melandaikan lekuk wabak Covid-19 dapat diukur oleh jurang besar antara Malaysia dan negara-negara yang pernah dianggap sebagai negara dengan prestasi terburuk dalam menguruskan wabak Covid-19.

Negara-negara dengan prestasi terburuk ini telah menunjukan tanda akan pulih, tetapi Malaysia masih bergelut untuk keluar dari krisis kesihatan ini.

“Kes per sejuta penduduk Malaysia” pada 13 Jun 2021 adalah 179.61 berbanding Amerika Syarikat (42.89), India (62.16), Perancis (59.10), Turki (71.93), Rusia (79.54), UK (103.07), Itali (29.40), Sepanyol (108.83), Jerman (24.55), Iran (106.05), Indonesia (28.89) dan Filipina (60.18).

Setakat ini, 3,968 orang telah terkorban akibat Covid-19 di Malaysia – 3,451 kematian dalam tempoh lima bulan sejak darurat diisytiharkan pada 11 Januari 2021 atau hampir tujuh kali ganda daripada 551 kematian yang dicatatkan dalam tempoh 12 bulan pertama kita berhadapan dengan wabak ini.

Kita juga telah menjadi negara teratas di dunia dari segi jumlah kematian harian per sejuta penduduk.

Adakah kita akan terus menjadi “negara yang gagal” di dunia dalam menguruskan wabak Covid-19, seperti yang dilihat daripada penurunan sebanyak 19 anak tangga dari tangga ke-16 pada Januari ke tangga ke-35 pada Mei 2021dalam Bloomberg Covid Resilience Ranking daripada 53 buah negara dengan ekonomi yang bernilai lebih daripada AS$200 bilion?

Langkah pertama adalah mengembalikan kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap cara kerajaan menangani wabak Covid-19.

Kita sekarang ini memiliki Menteri Kesihatan yang merupakan Menteri “tak berguna” ketika beliau sepatutnya menjadi salah satu Menteri terpenting dalam perang melawan wabak Covid-19.

Bayangkan apa yang akan terjadi jika sebuah peperangan diketuai oleh seorang jeneral yang tidak berguna!

Majoriti Menteri Kabinet tidak akan menyatakan sokongan individu mereka untuk menamatkan darurat, apalagi penggantungan tidak berperlembagaan Parlimen dan Dewan Negeri, namun mujurlah sekarang kita mempunyai Menteri yang telah mengumpulkan keberaniannya untuk menyatakan pandangan secara terbuka bahawa Parlimen harus bersidang secepat mungkin.

Adakah majoriti menteri dalam mesyuarat Kabinet esok akan mengambil keputusan penting dengan menyokong penamatan darurat serta membenarkan Parlimen dan Dewan Undangan Negeri bersidang semula?

Sekiranya Kabinet memutuskan untuk mengambil keputusan seperti itu esok, ia akan menjadi inisiatif kepimpinan terpenting Menteri di Jabatan Perdana Menteri (Tugas Khas), Mohd Redzuan Md Yusof, yang sebelum ini pernah membuatkan semua orang menggelupur apabila beliau bercakap mengenai impian “kereta terbang” semasa beliau merupakan seorang menteri kerajaan Pakatan Harapan.

Orang ramai menjangkakan keputusan seumpama itu akan hadir hasil daripada Perbincangan Khas Majlis Raja-Raja Melayu akan datang dan bukannya daripada mesyuarat mingguan Kabinet yang akan berlangsung esok.

Ini bukan asas Perlembagaan Malaysia, yang mana didasarkan kepada sistem Raja Berperlembagaan yang ditunjangi demokrasi berparlimen.

Tetapi adakah Perdana Menteri akan memimpin Kabinet esok dalam keputusan bersejarah untuk mengembalikan keyakinan terhadap Malaysia dengan mengakhiri darurat dan segera memanggil sidang Parlimen dan Dewan Undangan Negeri?

(Kenyataan Media oleh Ahli Parlimen DAP Iskandar Puteri, Lim Kit Siang di Kuala Lumpur pada hari Selasa, 15 Jun 2021)

  1. No comments yet.

You must be logged in to post a comment.