COVID-19

The July Bloomberg Covid Resilience Ranking which placed Malaysia in 52nd spot when in January we were No. 16 out of 53 countries with economies of more than US$200 billion is the final nail in the coffin about the failure of the emergency and the strategy of the Muhyiddin government in the war against Covid-19 pandemic

By Kit

August 02, 2021

(Tatal ke bawah untuk kenyataan versi BM)

The July Bloomberg Covid Resilience Ranking which placed Malaysia in 52nd spot when in January we were ranked No. 16 out of 53 countries with economies of more than US$200 billion is the final nail in the coffin about the failure of the emergency and the strategy of the Muhyiddin government in the war against Covid-19 pandemic.

For 20 consecutive days since 13th July, we have had five-digit daily new Covid-19 cases, setting a new peak nine times during this short period of 20 days until a daily peak of 17,786 new Covid-19 cases was reported on 31st July.

From a world ranking of No. 85 last November among countries with the most cumulative total of Covid-19 cases, we overtook 58 countries as we are now ranked No. 27 with 1,130,422 Covid-19 cases and 9,184 Covid-19 deaths.

Emergency was declared when we had 135,992 Covid-19 cases and 551 Covid-19 deaths. Six months later, at the end of the emergency on 31st July, we had 1,113,272 Covid-19 cases and 9,024 Covid-19 deaths – some five times the number of Covid-19 cases and 16 times the Covid-19 deaths after the emergency.

If the emergency on January 11 was justified, then it should be extended on August 1 with the exponential worsening of the Covid-19 pandemic.

The exponential increase of Covid-19 cases and deaths since the declaration of emergency have shown that the emergency which suspended Parliament and the State Assemblies was the wrong prescription for the Covid-19 pandemic, and in fact, a gross abuse of Executive power.

Now, Parliament is being locked down for precisely the same reason why emergency was declared on January 11, 2021 – not to overcome the Covid-19 pandemic but to allow the backdoor, illegitimate and undemocratic government to hold on to power.

This is no way to fight the Covid-19 pandemic, especially with the threat of Delta and other variants.

Do we need more international reports, like the monthly Bloomberg Covid Resilience Ranking to convince Malaysians that we have catapulted to be the world’s top dozen countries which are the worst performers in the Covid-19 pandemic, whether in terms of daily new Covid-19 cases or daily new Covid-19 deaths?

We have fallen from 16th to 52nd ranking, the next lowest, in the Bloomberg Covid Resilience Ranking. Although Indonesia is ranked 53rd and last, we have four times higher “daily cases per million population” index than Indonesia.

The country must re-focus to gain control of the worsening Covid-19 situation, and this can only be done if three conditions are met:

1. End the major constitutional crisis plaguing the country.

2. Admit the failures so far in the 20-month war against the Covid-19 pandemic and the need for a new policy and strategy to replace the National Recovery Plan which is truly “whole-of-society” and not just in lip-service. Parliament has a major role to draft this new policy and strategy. How can the Muhyiddin’s policy and strategy be “whole-of-society” when it could not even be “whole-of-Parliament”?

3. Restore public trust and confidence in the new policy and strategy in the war against the Covid-19 pandemic based on “Living with Covid” instead of “Zero Covid” policy. A Parliament lockdown is a throwback to “Zero Covid” rather than “Living with Covid” policy, apart from being against the national interest to seclude the Muhyiddin government from parliamentary scrutiny and accountability.

(Media Statement by DAP MP for Iskandar Puteri Lim Kit Siang in Kuala Lumpur on Monday, 2nd August 2021)

 

Indeks Ketahanan Covid-19 oleh Bloomberg untuk bulan Julai menempatkan Malaysia di kedudukan ke-52 sedangkan pada bulan Januari kita berada di kedudukan ke-16 dari 53 negara dengan nilai ekonomi lebih dari AS$200 bilion adalah bukti kegagalan pelaksanaan darurat dan strategi kerajaan Muhyiddin dalam perang melawan wabak Covid-19

Indeks Ketahanan Covid-19 oleh Bloomberg untuk bulan Julai yang menempatkan Malaysia di kedudukan ke-52 sedangkan pada bulan Januari kita berada di kedudukan ke-16 dari 53 negara dengan nilai ekonomi lebih dari AS$200 bilion adalah bukti kegagalan pelaksanaan darurat dan strategi kerajaan Muhyiddin dalam perang melawan wabak Covid-19.

Selama 20 hari berturut-turut sejak 13 Julai, kita mencatatkan kes harian Covid-19 lima angka, merekodkan puncak baru sebanyak sembilan kali dalam jangka masa sesingkat 20 hari ini sehingga puncak harian sebanyak 17,786 kes dilaporkan pada 31 Julai.

Dari kedudukan ke-85 antara negara-negara dengan jumlah kes Covid-19 tertinggi pada November lalu, kita kini telah mengatasi 58 negara selepas berada di kedudukan ke-27 dengan 1,130,422 kes Covid-19 dan 9,184 kematian akibat wabak itu.

Darurat diisytiharkan ketika kita mencatatkan 135,992 kes Covid-19 dengan 551 kematian. Enam bulan kemudian, pada hari terakhir darurat pada 31 Julai, kita mencatatkan 1,113,272 kes Covid-19 dengan 9,024 kematian – kira-kira lima kali ganda jumlah kes Covid-19 dan 16 kali ganda jumlah kematian berbanding sebelum pelaksanaan darurat.

Sekiranya pelaksanaan darurat pada 11 Januari mempunyai alasan yang kuat, sudah pasti ia dilanjutkan selepas 1 Ogos mengambil kira situasi wabak Covid-19 yang semakin memburuk.

Peningkatan mendadak jumlah kes Covid-19 dan kematian akibat wabak itu sejak darurat diisytiharkan menunjukkan bahawa darurat yang telah menyebabkan Parlimen dan Dewan Undangan Negeri digantung adalah penawar yang salah untuk menangani penularan Covid-19, ia sebaliknya menunjukkan penyalahgunaan kuasa oleh pihak Eksekutif.

Kini, Parlimen telah dikunci atas alasan yang sama ketika darurat diisytiharkan pada 11 Januari 2021 — bukan untuk menangani wabak Covid-19 tetapi untuk membolehkan kerajaan pintu belakang, tidak sah dan tidak demokratik terus berkuasa.

Ini bukan caranya untuk melawan Covid-19, lebih-lebih lagi dengan ancaman varian delta dan lain-lain.

Adakah kita memerlukan lebih banyak laporan daripada pihak antarabangsa, seperti laporan Indeks Ketahanan Covid yang dikeluarkan secara bulanan oleh Bloomberg untuk menyakinkan rakyat Malaysia bahawa kita telah tercampak jauh ke dalam kumpulan negara-negara yang menunjukkan prestasi paling buruk dalam menangani penularan Covid-19, tidak kira dalam kategori jumlah kes harian Covid-19 dan jumlah harian kematian akibat wabak itu.

Kita telah jatuh dari kedudukan ke-16 kepada kedudukan ke-52, dalam Indeks Ketahanan Covid oleh Bloomberg. Meskipun Indonesia ditempatkan di kedudukan ke-53 dan terakhir, kita merekodkan empat kali ganda “kes harian per sejuta penduduk” berbanding Indonesia.

Negara harus menetapkan semula fokus untuk mengawal situasi Covid-19 yang kian memburuk, dan ini hanya boleh dilakukan jika tiga syarat ini dipenuhi:

1. Menamatkan krisis perlembagaan yang sedang membelenggu negara ketika ini

2. Mengakui kegagalan perang melawan Covid-19 sepanjang 20 bulan ini dan keperluan untuk merangka dasar dan strategi baharu untuk menggantikan Pelan Pemulihan Negara yang melibatkan “keseluruhan masyarakat” dan bukan sekadar cakap kosong. Parlimen mempunyai peranan besar untuk merangka dasar dan strategi baharu ini. Bagaimana mungkin dasar dan strategi Muhyiddin dilihat melibatkan “keseluruhan masyarakat” sekiranya ia tidak melibatkan “keseluruhan Parlimen”?

3. Mengembalikan keyakinan dan kepercayaan masyarakat terhadap dasar dan strategi baharu melawan Covid-19 berlandaskan dasar “hidup di samping Covid” dan bukannya “Sifar Covid”. Sekatan yang dilaksanakan di Parlimen adalah salah satu contoh penerapan dasar “Sifar Covid” dan bukannya “Hidup di samping Covid-19”, selain bertentangan dengan kepentingan negara apabila kerajaan Muhyiddin dibiarkan terlepas daripada penelitian dan semak imbang parlimen.

(Kenyataan Media oleh Ahli Parlimen DAP Iskandar Puteri Lim Kit Siang di Kuala Lumpur pada hari Isnin, 2 Ogos 2021)