Perikatan Nasional Government should stop politicking and focus all its energies to channel all available resources to fight Covid-19 pandemic in Sabah


(Tatal ke bawah untuk kenyataan versi BM)

One is reminded of the Shakespearean quote: “the lady doth protest too much” when reading the Open Letter from former Sabah Chief Minister, Musa Aman, denying that that he is responsible for the third wave of the Covid-19 pandemic in Sabah and Malaysia.

I will say that if anyone in Sabah is responsible for the third wave of the Covid-19 pandemic, there is none other than Musa Aman.

Musa Aman was Chief Minister of Sabah for 15 years from 2003 to 2018, but he continued the policies whereby Sabah, the richest state in Malaysia, is the poorest state in the country, both in terms of poverty of the people and infrastructure development of the state – to the extent that a schoolgirl Veveonah Mosibun from Pitas, Sabah had to spend 24 hours on a tree-top to get better Internet connection to sit for an online examination!

In his 15 years as Sabah Chief Minister, Musa had more than enough time to fulfill the 1994 UMNO Sabah general election pledge of a New Sabah.

Firstly, UMN promised in 1994 to reduce the poverty level in Sabah from 33 per cent in 1994 to zero in the year 2000.

Sabah is one of the richest states in the country, but after more than half a century in Malaysia, Sabah’s people have remained the poorest in the country, reduced to a position like that of Kelantan. This is not progress but regress.

What did Musa do to fulfil this promise although the year 2,000 had come and gone?

The sad fact is that zero poverty rate in Sabah remains a chimerical dream as it is still one of the highest in the country.

Secondly, UMNO promised in 1994 to eliminate illiteracy to zero in year 2,000 but year 2,000, 2,010 have come and gone, and this objective remains another chimerical dream.

Thirdly, UMNO promised in 1994 to eradicate corruption in Sabah. This is another chimerical dream. In fact, Sabah is one of the states where corruption is most serious and where corrupt political leaders seem to enjoy immunity from prosecution.

Fourthly, UMNO promised in 1994 to give every Sabahan a house by the year 2,000. How many houses did Musa Aman give to the people of Sabah in his 15 years as Chief Minister?

Fifthly, UMNO promised in 1994 to resolve the problem of illegal immigrants in Sabah. It is now 26 years since the “Aku Janji” and the problem of illegal immigrants in Sabah remain as complex and intractable as ever. There had been a Royal Commission of Inquiry into the problem of illegal immigrants in the intervening period, but the problem of illegal immigrants remain as distant from resolution as ever.

Will the new Sabah state government led by Chief Minister Hajiji Mohd Noor pledge to fulfil these pledges 26 years ago?

I have said and stand by statement that the original sin of Malaysia’s Covid 19 crisis was the Sheraton Move in February toppling the Pakatan Harapan government, sparking the second and third waves of the Covid-19 pandemic, causing 21,363 infections and 190 fatalities in Malaysia to date.

Former Prime Minister, Najib Razak had directly blamed Bersatu for the third wave of the Covid-19 pandemic last week. He wrote that the National Security Council (NSC) had rejected the suggestion from Health Minister (Dr Adham Baba), from Umno, to implement mandatory quarantine on those returning from Sabah before the state elections and blamed Bersatu’s Home Affairs Minister Hamzah Zainudin for not properly isolating prisoner or observing the standard operating procedures (SOP) which caused the clusters in several detention centres in Kedah, Perak and Penang.

Najib lamented: “If such mistakes did not occur, there would not be a third wave of Covid-19 in Malaysia. And now, Umno is also being blamed for the third wave.”

The Prime Minister, Tan Sri Muhyddin Yassin, had said that the spread of Covid-19 in and from Sabah were delayed due to unavoidable reasons.

What were these “unavoidable reasons” that allowed the cumulative total of Covid-19 infections in Sabah to skyrocket from 426 cases and eight fatalities on Sept 1 to 8,082 cases and 64 fatalities yesterday?

This is a shocking increase of Covid 19 cases in Sabah by some 19 times and an increase of fatalities by eight times in less than two months – considering that when Malaysia first imposed the movement control order (MCO) throughout Malaysia on March 18, the country only had 790 cases and two deaths!

Would Musa agree that this is a political irresponsibility bordering on criminal negligence?

Despite Sabah becoming the epicentre of the third wave of Covid-19 pandemic in Malaysia (Selangor, the second state, has a cumulative total of 3,357 infections and 25 fatalities), the Prime Minister and the Cabinet are totally engrossed in the Malaysian Game of Thrones and are not channelling all available resources to fight the Covid-19 pandemic in Sabah.

I call on the Perikatan Nasional Government should stop politicking and to focus all its energies to channel all available resources to fight Covid-19 pandemic in Sabah.

(Media Statement by DAP MP for Iskandar Puteri Lim Kit Siang in Gelang Patah on Tuesday, 20th October 2020)

========================

Kerajaan Perikatan Nasional perlu berhenti bermain politik dan menumpukan tenaganya untuk menyalurkan semua sumber yang untuk membantu melawan wabak Covid-19 di Sabah

Saya teringat kepada satu petikan Shakespear: “the lady doth protest too much” apabila membaca surat terbuka daripada mantan Ketua Menteri Sabah, Musa Aman, yang menafikan beliau bertanggungjawab terhadap gelombang ketiga wabak Covid-19 yang sedang melanda Sabah dan Malaysia.

Saya akan katakan, yang jika ada sesiapa di Sabah yang perlu bertanggungjawab terhadap gelombang ketiga wabak ini, orang tersebut adalah Musa Aman.

Musa Aman merupakan Ketua Menteri Sabah selama 15 tahun, daripada tahun 2003 sehingga 2018, tetapi beliau telah meneruskan dasar yang menyebabkan Sabah, sebuah negeri yang terkaya dengan hasil sumber di Malaysia, kekal sebagai negeri termiskin dalam negara, baik dari segi kadar kemiskinan dan juga pembangunan infrastruktur di negeri tersebut — sehinggakan berlakunya insiden di mana pelajar dari Pitas, Veveonah Mosibin, terpaksa meluangkan masa selama 24 jam di atas pokok untuk mendapatkan sambungan internet yang lebih baik bagi membolehkan beliau menduduki peperiksaan atas talian!

Dalam tempoh selama 15 tahun beliau menjadi Ketua Menteri, Musa mempunyai lebih daripada cukup masa untuk memenuhi janji PRU 1994 yang dibuat oleh UMNO Sabah untuk sebuah Sabah Baharu.

Pertamanya, UMNO menjanjikan pada tahun 1994, untuk mengurangkan kadar kemiskinan di Sabah, daripada 33% pada tahun 1994 kepada sifar menjelang tahun 2000.

Sabah adalah salah satu negeri yang terkaya dengan hasil semula jadi, tetapi selepas lebih daripada setengah abad dalam Malaysia, rakyat Sabah kekal sebagai di antara yang termiskin di Malaysia, berada dalam kalangan negeri seperti Kelantan. Inilah bukanlah kemajuan, tetapi kemunduran.

Apakah yang telah dilakukan oleh Musa untuk memenuhi janji ini, walaupun tahun 2000 telah pun datang dan pergi?

Fakta yang menyedihkannya adalah sehingga hari ini, kadar sifar kemiskinan di Sabah ini kekal sebagai satu angan-angan kosong, memandangkan Sabah masih lagi tergolong dalam negeri yang termiskin dalam negara.

Kedua, UMNO telah berjanji untuk menghapuskan kadar buta huruf di Sabah kepada sifar menjelang tahun 2000. Tetapi, tahun 2000 telah datang dan pergi, begitu juga dengan tahun 2010, dan objektif ini masih lagi kekal sebagai angan-angan kosong.

Ketiga, UMNO berjanji untuk menhapuskan rasuah di Sabah. Ini adalah salah satu lagi angan-angan kosong. Malah, Sabah adalah salah satu negeri dengan masalah rasuah yang amat serius di mana para pemimpin politik yang korup kelihatan seakan-akan kebal dari pendakwaan.

Keempat, UMNO berjanji untuk memberikan setiap rakyat Sabah sebuah rumah menjelang tahun 2000. Berapa banyakkah rumah yang telah diberikan oleh Musa aman selama 15 tahun beliau menjadi Ketua Menteri?

Kelima, UMNO berjanji pada tahun 1994 untuk menyelesaikan masalah rumit pendatang asing tanpa izin di Sabah. Kini, 26 tahun selepas “Aku Janji” pertama ini, masalah pendatang asing tanpa izin kekal sebagai satu masalah yang rumit dan sukar diselesaikan. Sudah terdapat siasatan Suruhanjaya Siasatan Diraja mengenai perkara ini, tetapi masalah ini kekal sukar diselesaikan juga.

Adakah kerajaan baharu Sabah, di bawah pimpinan Ketua Menteri Hajiji Mohd Noor berikrar akan memenuhi janji yang dibuat 26 tahun lalu ini?

Saya telah katakan sebelum ini, dan saya berpegang dengan pendapat saya yang punca krisis Covid-19 di Malaysia ini adalah Langkah Sheraton pada bulan Februari lepas yang telah menumbangkan kerajaan Pakatan Harapan, menyebabkan berlakunya gelombang kedua dan ketiga wabak Covid-19, sehingga mencatatkan 21,363 jangkitan dan mengorbankan 190 nyawa di seluruh negara setakat hari ini.

Mantan Perdana Menteri, Najib Razak, telah menyalahkan Bersatu di atas gelombang ketiga ini pada minggu lepas. Beliau menulis, mengatakan yang Majlis Keselamatan Negara (MKN) telah menolak cadangan daripada Menteri Kesihatan (Dr Adham Baba) daripada UMNO, untuk melaksanakan kuarantin wajib ke atas mereka yang pulang daripada Sabah sebelum berlangsungnya pilihan raya negeri, dan menyalahkan Menteri Dalam Negeri Bersatu, Hamzah Zainudin kerana tidak mengasingkan banduan secara betul atau mematuji SOP yang telah menyebabkan berlakunya beberapa kluster jangkitan di pusat tahanan di Kedah, Perak, dan Pulau Pinang.

Najib mengadu, mengatakan: “Jika kesilapan-kesilapan ini tidak berlaku, tidak wujudnya gelombang ketiga Covid ini di Malaysia.”

Perdana Menteri, Tan Sri Muhyiddin Yassin, telah mengatakan yang penularan Covid-19 di dan dari Sabah telah tertangguh akibat sebab-sebab yang tidak dapat dielakkan.

Apakah “sebab-sebab yang tidak dapat dielakkan” ini yang telah menyebabkan jumlah kes Covid-19 terkumpul di Sabah untuk melonjak daripada 426 kes dan lapan kematian pada 1 September kepada 8,082 kes dan 64 kematian setakat semalam?

Ini adalah satu peningkatan jangkitan yang mengejutkan di Sabah, lebih daripada 19 kali ganda, dan peningkatan kadar kematian lebih daripada lapan kali ganda dalam tempoh kurang daripada dua bulan — satu perkara yang amat mengejutkan, terutamanya memandangkan semasa negara kita mula melaksanakan perintah kawalan pergerakan pada 18 Mac, jumlah kes terkumpul dalam negara hanya berada pada tahap 790 kes dan dua kematian!

Adakah Musa bersetuju bahawa perkara ini adalah satu akibat tindakan politik tidak bertanggungjawab, yang menghampiri perbuatan kecuaian jenayah?

Walaupun Sabah kini menjadi pusat penularan utama gelombang ketiga Covid-19 di Malaysia (Selangor, negeri kedua, mencatatkan 3,357 jangkitan dan 25 kematian), Perdana Menteri dan Jemaah Menteri terus sibuk dengan perebutan kuasa dan tidak menyalurkan semua sumber yang ada untuk membantu usaha memerangi Covid-19 di Sabah.

Saya seru kerajaan Perikatan Nasional untuk berhenti bermain politik dan menumpukan tenaganya ke arah menyalurkan semua sumber yang ada bagi melawan wabak Covid-19 di Sabah.

(Kenyataan Media Ahli Parlimen DAP Iskandar Puteri Lim Kit Siang pada hari Selasa, 20 Oktober 2020)

  1. No comments yet.

You must be logged in to post a comment.